Cerita Pendek 'Sebuah Usaha Melupakan' part 2
“Maaf buat kamu nunggu kayak gini”
Juna mengusap kepala Athala lembut. Perempuan itu tidak tau apa yang harus ia
katakan, Ia menatap Juna dengan tatapan kosong. Bibirnya seolah membisu. Ia
mencoba menetralisir nafasnya yang tidak beraturan karena rasa sesak di dadanya
tak kunjung usai. “Maaf udah buat hatimu terluka kembali” tangan Juna kini
turun ke pipi Athala, mengusapnya sebentar dengan penuh kasih sayang dan juga penyesalan karena sudah membuat
perempuan di depanya kembali terluka. “Dan juga.. maaf buat air matamu yang
kembali jatuh karenaku”
“Junario!” Perempuan itu kalut, ia
hanya bisa memandang Juna dengan sendu. Wajahnya memerah karena emosi yang ia
tahan sedari tadi. Ia tidak paham apa yang dikatakan Juna saat ini, ia terlalu
takut untuk kehilangan Juna yang kedua kalinya. Ya, hanya itu
“if
there is something that hurts you, share with me. If you are angry, tell me. I
want to care for you”
“I’m fine” Athala menatap Juna
serius. Seolah tak ada beban yang ia hadapi saat ini. “Aku mau tanya satu hal,
kamu lelah sama hubungan ini?”
“Kalau di bilang lelah, iya… Aku
percaya sama kamu, tapi kamu sendiri yang terkadang buat kepercayaan itu terasa
sia-sia. Terkadang aku juga heran, Logika bilang untuk berhenti tapi hati
berkata lain Jun, bukankah mengikuti kata hati adalah yang terbaik dalam sebuah
pilihan? I can’t stop loving you, even
all of this felt hurt” Perempuan itu kini mati matian menahan untuk tidak
menangis, ia tidak mau terlihat lemah di depan orang yang ia sayangi. Ia
percaya bahwa ia bisa melewati ini dengan baik.
Juna menatap Athala dengan penuh rasa
penyesalan “Maaf Thal maaf..”
“Gak perlu minta maaf, aku gapapa”
Athala tersenyum , ia ingin membuktikan pada Juna bahwa ia akan baik baik saja
walaupun tanpa Juna sekalipun dalam hidupnya. “Thal. Terimakasih udah mau
temani hari hari aku. Terimakasih udah mau bantu aku buat berhenti merokok.
Terimakasih untuk rasa sayangmu selama ini. Terimakasih juga udah mau terima
segala kekurangan aku. Jangan kamu biarin air mata itu turun kesekian kalinya
untuk aku. Gak, gak boleh. Hapus air mata kamu. Tapi tangisin kebahagiaan kamu
yang akan datang. Bukan untuk manusia yang hanya menyakitimu kayak aku”
“Terimakasih kembali Jun. sudah
datang kembali, mengobati luka yang kamu buat, lalu pergi lagi meninggalkan
luka yang baru kamu pulihkan” Athala tersenyum, senyumnya terlihat memaksa. Tubuhnya
gemetar, air mata yang sedari tadi ia tahan kini meluap. Mimpi buruknya menjadi
kenyataan. Ia menggelengkan kepalanya sambil mengusap air matanya. Juna benar,
ia tidak seharusnya menangisi Juna.
Juna tersenyum, mencoba menghibur
Athala untuk memastikan setelah kejadian ini perempuan itu akan baik baik saja
tanpanya “Maaf, aku gak mau semuanya berakhir .. tapi memang ini yang terbaik.
Demi kebaikan kamu, aku, dan juga seseorang. Kita harus berhenti. Aku takut ,
yang ada aku cuma bisa nyakitin kamu. Aku gak mau hancurin gadis manis kayak
kamu nangis karena aku. Dan ada seseorang juga yang harus aku jaga , aku.. gak
bisa ninggalin dia thal. Maaf”
“Kenapa baru bilang? Aku tau dia..
orang special dalam hidupmu bukan? Gapapa, aku ngerti. Aku sayang kamu Jun”
“Maaf, mungkin ini jalannya. Semoga
ada seseorang yang bisa jagain dan sayang sama kamu lebih dari aku. Aku juga
sayang sama kamu.” Juna tersenyum hangat melihat Athala yang menatapnya kecewa.
Ia ingin sekali memeluk gadis itu, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia tau diri
bahwa ia sudah sering membuat gadis itu terluka seorang diri.
“it’s
okay. I’m fine”
“Belajar sungguh-sungguh ya? Lain
kali lebih terbuka terhadap orang terdekat kamu, apapun itu jangan kamu simpen
sendiri masalahnya. Dan yang penting jangan tinggalin ibadahnya” Athala
tertawa, berusaha menghilangkan rasa sesak yang ia rasakan sejak tadi.
“Siap bos! Hahahaha. udah makin malam,
aku harus pulang. Sukses terus ya , see you Jun” perempuan itu melambaikan
tanganya sambil tersenyum riang, dibalas dengan lambaian tangan Jun dan
senyuman hangatnya . Ia keluar dari café, hatinya semakin hancur berkeping ,
lidahnya kelu, hanya air mata yang mampu menggambarkan bagaimana suasana
hatinya saat ini. Bahkan langit pun menangis seolah merasakan apa yang perempuan
itu rasakan.
“Dan
bodohnya aku masih berharap terbangun dari mimpi buruk ini, walaupun pada
kenyataanya benar.”
---
Athala
termangu mengingat kejadian seminggu yang lalu, di saat ia tak mampu berkata ‘jangan
pergi’ dan hanya bisa tersenyum sembari meng-iyakan itu semua. Bukankah
terlihat bodoh? Air mata itu kembali meluap, untuk kesekian kalinya pada orang
yang sama. Perempuan itu mengambil kertas kosong dan menuliskan sesuatu disana.
Ia memantapkan hatinya untuk mengambil keputusan, bahwa ia akan melupakan
Junario. Memang ada saatnya dimana ia harus melepaskan seseorang yang tidak akan
bisa sayang lagi sama dia, seseorang yang tidak akan pernah ngejalanin apapun
bareng dia lagi, dan seseorang yang udah nemuin seseorang yang lebih baik
darinya. Karena Athala percaya satu hal, bahwa kemanapun cinta pergi, cinta
akan tau kapan dan kemana dia harus pulang.
...
Selasa, 16 Mei 2017
Teruntuk Junario , lelaki yang aku rindukan.
Memang sudah saatnya aku bangkit dari
keterpurukan saat kehilanganmu , bukanya begitu ? Untukmu, aku mencoba untuk
memperbaiki puing-puing hati yang telah
kamu retakan sendirian.
Tenang saja aku tidak akan melupakan dirimu,
terlebih kenangan itu. Karena dirimu termasuk salah satu kebahagiaanku, dulu.
Dan memang kenangan tidak harus dilupakan, terkadang ia akan datang dengan
sendirinya diiringi perasaan sedih yang teramat dalam. Kamu harus tau Jun,
jikalau suatu saat nanti aku sudah berdiri dan berbalik arah, tidak lagi
berlari mengejarmu yang berjalan lebih jauh di hadapanku bahkan memandangpun
aku enggan, karena luka yang hadir tak kunjung sembuh dan semakin menganga
lebam. Aku tau, memang ini saatnya aku pergi untuk melupakan. Seperti dirimu
yang seolah dengan mudahnya melupakanku.
Aku masih merindukanmu, bagaimana kabarmu
tanpaku ?
Tertanda,
Athala
…
Athala
melipat kertas itu dan menyimpannya dengan rapi di laci meja belajar. Ia
membuang napasnya berat, memejamkan mata sejenak untuk merasakan angin malam
yang menusuk lewat jendela kamarnya. Athala tersenyum simpul, ia hanya butuh
waktu untuk melupakan Junario. Ia
berusaha menjadi perempuan yang tegar seperti yang mamanya katakan. Athala bangun
dari tempat tidur dan membersihkan barang barang yang berserakan. Ia mengambil
potongan-potongan foto yang ia sobek tadi dengan tersenyum pilu sambil mengusap
air matanya.
“Good Bye, my hopeless dream”
TAMAT.
Komentar
Posting Komentar